Hukum  

Sumbar Siap Berantas Tambang Ilegal: Kerugian Rp9 T & Solusi WPR

Sumbar Lawan Tambang Ilegal, Usul Solusi WPR untuk Warga
Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah/rid.

Faktapalu.id, PADANG – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah, menegaskan komitmennya.

Bersama seluruh pihak terkait, ia akan mencegah dan menertibkan tambang ilegal di daerahnya. Praktik ilegal ini tidak hanya merugikan masyarakat dan daerah.

Aktivitas itu juga menimbulkan kerusakan lingkungan jangka panjang.

“Lingkungan yang rusak akan membawa masalah berkepanjangan,” kata Gubernur Mahyeldi.

Ia menekankan bahwa semua pihak harus bergerak bersama.

Tujuannya adalah untuk menata pertambangan sesuai aturan.

Pemerintah Provinsi Sumbar telah mengambil langkah konkret. Pemprov sudah menyurati Kementerian ESDM.

Selain itu, komunikasi intensif juga dijalin dengan aparat penegak hukum. Gubernur Mahyeldi menjelaskan bahwa penegakan hukum adalah kewenangan pusat.

Pihak yang bertanggung jawab adalah Ditjen Gakkum Kementerian ESDM dan kepolisian. Pemerintah daerah berperan mendukung penataan.

Dampak Penambangan Tanpa Izin dan Solusi WPR

Kepala Dinas ESDM Sumbar, Helmi Heriyanto, mengungkapkan data mengejutkan.

Saat ini terdapat sekitar 200 hingga 300 titik Penambangan Tanpa Izin (PETI) di beberapa kabupaten.

Kerugian negara dari penambangan tanpa izin ini berpotensi mencapai Rp9 triliun. Dampak yang ditimbulkan juga sangat luas.

Mulai dari kerusakan lahan pertanian, penurunan kualitas air sungai, hingga masalah kesehatan warga.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemprov mengusulkan pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

WPR adalah solusi legal yang memperhatikan aspek lingkungan dan keselamatan.

“WPR bukan melegalkan yang ilegal, tapi memberi wadah masyarakat lokal agar bisa menambang secara sah, aman, dan ramah lingkungan,” jelas Gubernur Mahyeldi.

Berikut adalah rincian usulan WPR:

  • Diusulkan 15 zona WPR.
  • Terdapat 56 blok pertambangan di dalamnya.
  • Zona ini tersebar di enam kabupaten:
    1. Solok Selatan
    2. Dharmasraya
    3. Pasaman
    4. Pasaman Barat
    5. Sijunjung
    6. Solok

Hasil diskusi dengan Forkopimda juga menyepakati langkah-langkah tambahan. Di antaranya adalah pembentukan satgas penertiban PETI.

Selain itu, juga percepatan pembentukan WPR. Tak kalah penting adalah sosialisasi intensif kepada masyarakat.

(*Drw)