Pemerintah Bisa Ambil Alih Tanah Bersertifikat yang Tidak Dimanfaatkan Selama Dua Tahun

Sertifikat tanah
Pemerintah memiliki kewenangan mengambil alih tanah bersertifikat yang sengaja ditelantarkan. (Dok. Ist)

Faktapalu.id, NASIONAL – Pemerintah kini dapat mengambil alih tanah bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun, baik untuk aktivitas ekonomi maupun pembangunan. Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025–2030 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025).

Nusron menjelaskan bahwa aturan ini berlaku untuk semua jenis hak atas tanah, termasuk Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), hak pakai, dan hak pengelolaan lainnya. Jika tanah tidak digunakan selama dua tahun sejak disertifikatkan, maka bisa dikategorikan sebagai tanah terlantar.

“Terhadap yang sudah terpetakan dan bersertifikat, manakala sejak dia disertifikatkan dalam waktu dua tahun tidak ada aktivitas ekonomi maupun aktivitas pembangunan apa-apa atau dalam arti tanah tersebut tidak didayagunakan kemanfaatannya, maka pemerintah wajib memberikan surat peringatan,” ujar Nusron.

Setelah pemberian surat peringatan, jika tanah tersebut masih tidak dimanfaatkan, maka pemerintah berwenang menetapkannya sebagai tanah terlantar. Kebijakan ini juga berlaku untuk tanah konsesi, seperti kawasan industri, pertambangan, dan perumahan skala besar yang terbengkalai dan tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan.

“Jadi misal bapak-bapak sekalian punya HGU atau punya HGB, sudah dua tahun tidak diapa-apakan, maka pemerintah bisa tetapkan jadi tanah telantar,” tegas Nusron.

Dasar hukum kebijakan ini mengacu pada Pasal 7 Ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Dalam aturan tersebut, tanah dengan hak milik, HGU, HGB, hak pakai, atau hak pengelolaan dapat ditertibkan jika terbukti tidak digunakan secara sengaja.

Adapun tiga kriteria tanah hak milik yang bisa diambil alih meliputi:

  1. Telah dikuasai masyarakat dan menjadi wilayah perkampungan

  2. Telah dikuasai pihak lain selama 20 tahun tanpa hubungan hukum

  3. Tidak menjalankan fungsi sosial atas tanah

Selain itu, Pasal 6 PP 20/2021 juga mencantumkan enam kawasan objek penertiban tanah terlantar, yaitu pertambangan, perkebunan, industri, pariwisata, perumahan/permukiman skala besar, serta kawasan lain yang memerlukan izin pemanfaatan ruang dan tanah.

Namun demikian, Nusron menegaskan bahwa tidak semua tanah bisa ditertibkan. Tanah milik masyarakat hukum adat dan tanah pengelolaan yang menjadi aset Bank Tanah dikecualikan dari kebijakan ini.